Jumat, 18 Desember 2009

Dicari, 50 Orang Penemu Luar Biasa

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional (Ditjen Dikti Depdiknas) pada 2010 akan 'mencari' sebanyak 50 penemu yang mempunyai temuan - temuan yang berimplikasi luar biasa. Mereka dapat berasal dari pribadi atau lembaga. Kepada 50 terbaik akan diberi hadiah sebanyak Rp 250 juta.

Hal tersebut disampaikan Dirjen Dikti Depdiknas Fasli Jalal saat membuka Seminar Hasil Pelaksanaan Penelitian bagi Peneliti dan Perekayasa Sesuai Prioritas Nasional Tahun 2009 di Hotel Millenium, Jakarta, Selasa (15/12/2009).

"Itu refleksi dari cara kita menghargai orang-orang yang berprestasi luar biasa dan ternyata banyak juga orang Indonesia yang berprestasi luar biasa. Kita saja yang belum mencari dan memberi penghargaan pada mereka," kata Fasli.

Fasli menyampaikan, selama 2009 Depdiknas bekerjasama dengan berbagai departemen telah memberikan hadiah kepada 21 penemu yang layak disebut dengan label inventor. Sementara pada 2010, Fasli mengatakan, selama setahun penuh akan digunakan untuk tahap pengumuman. "Baru tahun 2011 kita berikan (hadiah) di awal - awal di bulan ketiga," ujarnya.

Acara seminar yang berlangsung mulai 15 - 16 Desember 2009 ini mempresentasikan hasil penelitian dari 171 peneliti yang merupakan pemenang dari seleksi hibah penelitian. Fasli menyebutkan, mereka berasal dari berbagai badan penelitian dan pengembangan departemen dan badan - badan di bawah Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) seperti LIPI, BPPT, LAPAN, BATAN, dan Bakosurtanal. Dari 7.900 tim yang terdaftar dan 5.004 tim yang mengajukan penelitian, terpilih sepuluh tim terbaik yang mewakili 25 lembaga.

"Jadi misalnya di Balitbang Departemen Pertanian dari 1.300 peneliti yang terlibat dipilih hanya 10 tim yang mewakili mereka di sini. Kemudian dari LIPI dari 1.111 peneliti terpilih hanya 10 tim yang menyajikan penelitiannya di sini," kata Fasli.

Fasli menyebutkan, para peneliti tersebut menerima dana penelitian sebanyak Rp 50 juta per orang. Para peneliti tersebut juga dapat bergabung dana tim. "Kalau mereka digabung lima orang maka besar (dana) penelitian Rp 250 juta. Total yang sudah kita berikan Rp 290 miliar," ujarnya.

Fasli menyebutkan, rujukan penelitian diantaranya adalah ketahanan pangan, transportasi, dan energi alternatif. Disamping itu, penelitian humaniora, antropologi, good governance, dan transmigrasi.

Pada kesempatan yang sama diluncurkan portal Garuda (Garba Rujukan Digital) beralamat di laman www.garuda.dikti.go.id Portal ini adalah portal penemuan referensi ilmiah Indonesia yang merupakan titik akses terhadap karya ilmiah yang dihasilkan oleh akademisi dan peneliti Indonesia.

Garuda yang mencakup antara lain e-journal domestik, tugas akhir mahasiswa, dan laporan penelitian dikembangkan oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Ditjen Dikti Depdiknas bekerjasama dengan PDII-LIPI, serta berbagai perguruan tinggi dalam hal penyediaan konten. "Hampir 130.000 macam item yang ada di Garuda," sebut Fasli.

Fasli menyampaikan, portal ini dapat dijadikan sebagai sarana komunikasi antar peneliti, mengurangi duplikasi penelitian, dan menghindari plagiat. Selanjutnya, kata dia, sesudah sinergi antar peneliti, juga sinergi antara badan - badan milik pemerintah dengan dunia usaha. "Tidak kalah penting adalah bagaimana kita memberi semangat mendorong dan menghargai hasil - hasil (penelitian) ini, sehingga para peneliti kita dukung untuk meneruskan penelitian - penelitian

Tumbuhkan Kesadaran Kolektif Gemar Membaca

Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh menegaskan, urusan pembudayaan membaca tidak bisa diselesaikan hanya dengan undang - undang, tetapi justru harus dikembangkan kesadaran kolektif bagi masyarakat agar gemar membaca.

"Kita itu kekurangan pada kolektivitasnya. Ada orang yang sangat gemar membaca di Indonesia, sangat banyak, tetapi banyaknya itu belum cukup menggerakkan dibandingkan dengan populasi penduduk kita. Paling tidak para pengelola perpusatakaan itu semuanya sudah gemar (membaca), tetapi berapa jumlah orangnya? tidak ada sekian persen dari jumlah populasi. Oleh karena itu, kita perlu menumbuhkan kesadaran kolektif (gemar membaca)," katanya saat membuka Seminar Nasional Pembudayaan Kegemaran Membaca di Perpustakaan Nasional RI, Jakarta, Senin (14/12/2009).

Mendiknas menyampaikan, untuk menumbuhkan gemar membaca harus menyiapkan pertama adalah bahan bacaan. Kalau itu berupa buku, kata Mendiknas, maka dipengaruhi oleh bentuk fisik dari buku itu. "Kalau bukunya itu sendiri sudah tidak menarik maka jangan berharap orang bisa tertarik untuk membacanya," katanya.

Hal kedua yang harus disiapkan, kata Mendiknas, adalah karakter atau huruf dalam bahan bacaan. Di situ pula, lanjut Mendiknas, tentang pentingnya pemberantasan buta huruf. "Orang tidak mungkin mau membaca kalau dia sendiri tidak mengenal karakter dari apa yang mau dibaca," ujarnya.

Lebih lanjut Mendiknas mengatakan, hal yang ketiga, yang sangat substantif, adalah isi dari buku itu sendiri. "Menjadi tantangan bagi para penulis kita termasuk kita semua untuk membiasakan menulis dan isi dari tulisan itu harus bisa memberikan pencerahan dan pencerdasan bagi kita semua," katanya.

Sementara, kata Mendiknas, jika dilihat dari sisi pembaca, seseorang akan gemar membaca adalah bukan karena paksaan. Untuk itu, lanjut Mendiknas, yang tidak boleh dilupakan adalah menumbuhkan ketertarikan. Jika bahan bacaannya menarik maka bukan dari sekedar bahan - bahan yang sudah tersedia lalu seseorang baru mau membaca, tetapi dia akan mencarinya. "Oleh karena itu, kita bangun kesadaran bersama - sama, kita ajak kawan - kawan untuk membiasakan menulis dan menyiapkan bahan bacaan secara atraktif dan menarik," ujarnya.

Mendiknas mengemukakan, selama ini orang salah meletakkan paradigma yang meletakkan perpustakaan sebagai dapur, sehingga tidak perlu dikemas dalam bentuk yang atraktif. Mendiknas menyarankan, agar merombak tampilan perpustakaan mulai dari bangunan, tanpa harus dirobohkan, lalu akrab dengan teknologi, dan update bahan - bahan. "Menunjukkan bahwa perpustakan itu bukan sesuatu yang harus ditaruh di belakang seperti lazimnya sekedar pelengkap penderita, tetapi justru mestinya perpustakaan itu dengan segala rentetannya dia menjadi penjuru, menjadi yang harus di depan untuk memberikan guidance, memberikan bahan - bahan pencerdasan adik - adik dan anak - anak kita," katanya.

Plt Perpustakaan Nasional RI Liliek Sulistyowati mengatakan, diantara ciri masyarakat yang berbudaya baca tinggi adalah besarnya apresiasi mereka terhadap buku, pengarang, dan penulis, di mana terdapat hubungan yang positif antara minat baca, kebiasaan membaca, serta kemampuan membaca dan menulis. "Minat baca yang tinggi akan menimbulkan kebiasaan membaca yang baik, sehingga mempertinggi kemampuan seseorang di dalam membaca dan menulis," katanya.

Liliek mengungkapkan, minat dan kemampuan baca di Indonesia dikatakan masih rendah. Dia menyebutkan, menurut hasil survei yang dilakukan oleh UNESCO dua tahun yang lalu, minat baca masyarakat Indonesia adalah paling rendah di ASEAN, sedangkan survei yang dilakukan terhadap 39 negara - negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-38. "Ada banyak faktor yang menyebabkan budaya atau minat baca masyarakat Indonesia masih rendah antara lain disebabkan oleh sistem pembelajaran di Indonesia belum membuat pelajar atau mahasiswa harus membaca buku, mencari, dan menentukan informasi lebih dari sumber yang diajarkan di sekolah," katanya.

Faktor lainnya, kata Liliek, yaitu kurang atau jarangnya guru atau dosen memberikan tugas yang membuat anak didik harus mencari informasi di perpustakaan, serta budaya baca yang tidak pernah diwariskan oleh nenek moyang kita, "Kita lebih terbiasa mendengar orang tua ataupun kakek nenek kita bercerita dan mendongeng ketimbang membacakan buku - buku cerita ataupun bahan bacaan lainnya.

Faktor berikutnya, lanjut Liliek adalah pengaruh budaya dengar, tonton, dan media elektronik yang berkembang pesat. Lalu, kebiasaan para orang tua di rumah tangga belum memotivasi anak-anak untuk gemar membaca ditambah lagi tidak atau kurang tersedianya bahan bacaan yang sesuai dengan usia anak - anak.

Selain beberapa faktor tersebut, Liliek menambahkan, hal lain yang menyebabkan rendahnya minat baca masyarakat Indonesia adalah sebagian besar masyarakat Indonesia menghabiskan waktunya untuk bekerja, sehingga tidak tersedia waktu untuk membaca. "Hanya kalangan tertentu saja yang benar - benar mencurahkan waktu untuk membaca dan atau menulis seperti wartawan, guru, dosen, peneliti dan pustakawan. Itupun dalam jumlah yang terbatas," ujarnya.

Kurang tersedianya buku - buku yang berkualitas dengan harga yang terjangkau, sehingga buku masih dianggap sebagai barang mewah juga menjadi faktor penyebab rendahnya minat baca. Selain itu, kurang tersedianya perpustakaan di tempat-tempat umum yang mudah dijangkau, serta tidak memadai koleksi, fasilitas, dan pelayanan yang ada. Kemudian, tidak meratanya penerbitan buku dan distribusinya ke seluruh pelosok tanah air di indonesia. "Buku - buku terbaru dan bermutu lebih terkonsentrasi di kota - kota besar," kata Liliek.

Duta Baca Indonesia Tantowi Yahya menyampaikan, selain sekolah sebagai institusi yang mengajarkan membaca, peran ibu juga sangat penting. Seorang ibu, kata dia, memiliki waktu jauh lebih banyak dibandingkan dengan ayah. Anak juga lebih dekat dengan ibu. "Ibu punya kekuatan luar biasa untuk membentuk anak. Kalau ibu menggunakan peranannya dalam konteks memberikan contoh yang baik bagi anaknya, dalam hal ini membaca, Insya Allah anak akan menjadi pembaca. Apa yang dilakuan ibu saya sebagai orang kampung lulusan madrasah adalah dia tidak memaksa saya untuk membaca, tetapi di depan saya dia baca terus. Jadi dia memberikan contoh. Contoh itu yang terlihat dan kemudian terekam di saya seumur hidup saya," katanya.

Kepala Sub Direktorat Kemitraan Direktorat Pendidikan Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal (Kasubdit Kemitraan Dit.Dikmas Ditjen PNFI) Depdiknas Pahala Simanjuntak menyampaikan, pemerintah memberikan dukungan bagi taman bacaan masyarakat (TBM) termasuk untuk merintis yang baru. Pahala menyebutkan, ada dua jenis bantuan yang diberikan. Pertama adalah TBM Keaksaraan. Bantuan sebanyak Rp 15 juta diberikan untuk membeli buku-buku yang relevan dengan kebutuhan masyarakat setempat. Bantuan yang kedua adalah TBM Penguatan Minat Baca sebanyak Rp 25 juta. "TBM ini untuk mengembangkan minat baca dalam rangka pembudayaan kegemaran membaca. "Seringkali masyarakat kita yang putus sekolah akhirnya terpengaruh oleh hal - hal yang tidak kita inginkan karena tidak adanya wawasan untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas hidup

TIK sebagai Bagian Budaya Para Pendidik

Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) telah memasukkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) ke dalam salah satu program prioritasnya. TIK dianggap memiliki peran besar dalam upaya memperluas akses dan meningkatkan mutu pendidikan. TIK memungkinkan terjadinya proses belajar efektif, menyediakan akses pendidikan untuk semua, memfasilitasi terjadinya proses belajar kapan saja dan di mana saja.

Sekretaris Jenderal Depdiknas Dodi Nandika mengatakan, pemanfaatan TIK hendaknya tidak hanya berkutat pada penyediaan perangkat keras saja. Menurut dia, TIK hendaknya diletakkan sebagai aspek kultur dan budaya para pendidik. "Tantangan terbesar kita bukan pada perangkat keras dan jaringan, tetapi bagaimana budaya TIK menjadi bagian dari para guru kita dalam memberikan proses-proses pembelajaran di kelas - kelas," katanya saat mewakili Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) pada pembukaan International Symposium On Open, Distance, and E-Learning (ISODEL) 2009 di Hotel Sheraton, Yogyakarta, Rabu (9/12/2009).

Membacakan sambutan tertulis Mendiknas, Dodi menyampaikan, pemanfaatan TIK untuk pendidikan terjadi melalui empat tahapan yaitu konektivitas, transaksi, kolaborasi, dan transformasi. Pemerintah, kata dia, telah dan akan terus memfasilitasi terjadinya konektivitas, salah satunya melalui Jejaring Pendidikan Nasional (Jardiknas). Dia menyebutkan, saat ini Jardiknas telah menghubungkan 25.382 titik yang terdiri atas lebih dari 18.080 sekolah jenjang SD, SMP, SMA/SMK, dan 363 perguruan tinggi, 939 kantor dinas pendidikan di tanah air, serta 6.000 guru. "Ke depan jumlah ini masih akan bertambah," katanya.

Sementara, lanjut Dodi, pada tahap transaksi, pemanfaatan TIK akan memberikan akses dan kemudahan terjadinya pertukaran dan kesempatan berbagi pengetahuan antar berbagai pihak dalam komunitas pendidikan. Kolaborasi merupakan tahapan berikutnya dalam pemanfaatan TIK untuk pendidikan. "Pemanfaatan TIK dalam pendidikan tidak pernah luput dari jaringan kerja sama yang kuat dalam bentuk jejaring atau konsorsium pendidikan yang melibatkan berbagai pihak dan sektor," katanya.

Adapun pada tahap transformasi, Dodi menjelaskan, TIK merupakan pengungkit dari proses transformasi pendidikan menuju pendidikan modern. "TIK membawa beragam perubahan dalam tradisi dan budaya pendidikan yang harus dicermati dengan bijak oleh berbagai pihak yang terlibat," katanya.

Dodi mengatakan, dengan TIK, perguruan tinggi diharapkan dapat bertransformasi menjadi perguruan tinggi kelas dunia, dan sekolah-sekolah menjadi sekolah berstandar internasional yang memiliki daya saing dalam percaturan pendidikan tingkat global. "Keberhasilan proses transformasi budaya pendidikan di tanah air akan tercapai jika TIK tidak ditempatkan sebagai teknologi yang kosong. Untuk itu, diperlukan konten yang mengisi teknologi tersebut, serta sumber daya manusia terutama guru yang terampil memanfaatkan teknologi secara tepat, sehingga peningkatan kualitas pembelajaran dapat dicapai," katanya.

Dodi menambahkan, sejak tahun 2008 Depdiknas telah berkolaborasi dengan Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) dalam menyediakan konektivitas untuk sekolah melalui Program Desa Berdering. Sinergi antara program desa berdering dan Jardiknas saling melengkapi. "Program Desa Berdering memperkuat dengan telepon, kami memperkuat sekolah dengan jaringan internetnya, sehingga guru - guru, siswa - siswa, dapat belajar dari internet dibackup oleh Jardiknas. Mudah - mudahan makin sempit desa - desa yang tidak dapat diakses oleh jaringan telekomunikasi. Ini sangat penting, bukan hanya di pendidikan, tetapi berbagai aspek kehidupan seperti hubungan individu, perdagangan transaksi, dan sosial," katanya.

Menjawab pertanyaan wartawan usai acara, Dodi mengatakan, pelaksanaan program TIK yang tertuang pada rencana strategis (Renstra) Depdiknas 2004 - 2009 ini didanai murni dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Di sisi lain, pemerintah terbuka dalam menjalin kerja sama dengan pihak manapun. "Kami tidak sama sekali mengandalkan bantuan luar negeri. Adapun dalam kerja sama kami welcome," ujarnya.

Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan Depdiknas Lilik Gani menyampaikan, terkait Program 100 Hari Depdiknas untuk menyediakan konektivitas TIK bagi 17.500 sekolah, per 8 Desember 2009 telah terhubung 17.324 titik. Dia merinci, sebanyak 8.307 jenjang SD, 5.284 SMP, 1.586 MI, dan 2.147 MTs. "Jadi sudah 98,99 persen," katanya.

Lebih lanjut Lilik menyebutkan, jika digabung dengan sebanyak 7.222 titik di jenjang SMA/MA/SMK total yang terkoneksi sebanyak 24.546 titik. "Program 100 Hari hanya untuk SD dan SMP sederajat

Seseorang Dituntut Memiliki Keseimbangan Literasi

Seseorang tidak hanya dituntut untuk memiliki literasi dalam bentuk ekspresi fisik saja. Lebih dari itu, dia dituntut untuk memiliki keseimbagan literasi dalam bentuk kecerdasan mata hati.

"Bisa jadi seseorang itu tidak mampu membaca dan menulis, memahami ilmu - ilmu yang terkodifikasi, tetapi dia mampu memahami hakekat kehidupan. Dia pun juga punya ilmu, hanya saja keaksaraannya tidak dalam bentuk keaksaraan fisikal literasi, tetapi keaksaraannya dalam bentuk ketajaman mata hati," kata Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh pada kegiatan Temu Nasional 'Aksara Membangun Peradaban' di Depdiknas, Jakarta, Selasa, (5/12/2009) malam.

Mendiknas mengatakan, kemampuan membaca dan menulis tetap penting karena dengan kemampuan membaca dan menulis itu berarti seseorang memiliki semakin banyak pintu - pintu untuk memasuki rumah - rumah keilmuan. Namun, lanjut Mendiknas, meminjam istilah penulis dan futurolog Amerika, Alvin Toffler, iliterasi pada abad ke-21 bukanlah mereka yang tidak bisa membaca dan menulis, tetapi mereka yang tidak bisa learn, unlearn, dan relearn. "Kata dasarnya adalah belajar," ujarnya.

Lebih lanjut, kepada 300 peserta Temu Nasional, Mendiknas menjelaskan, dengan pergeseran membaca dan menulis ke belajar itu maka seseorang tidak lagi terikat dan terbatas pada kemampuan memahami fenomena - fenomena keilmuan yang terkodifikasi saja. "Dia pun juga dituntut untuk bisa memahami keilmuan - keilmuan yang tidak terkodifikasi atau tacit," katanya.

"Saudara - saudara kita yang mungkin bisa jadi mengalami disability di dalam membaca dan menulis karena persoalan fisik, tetapi bisa jadi mereka memiliki ketajaman hati yang jauh lebih tajam dibandingkan dengan kita yang bisa membaca dan menulis karena saudara - saudara kita justru memanfaatkan tacit-nya itu sebagai salah satu pintu masuk ke dalam dunia keilmuannya," kata Mendiknas.

Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal (Dirjen PNFI) Depdiknas Hamid Muhammad menyampaikan, kegiatan ini dilaksanakan sebagai upaya mengevaluasi kinerja gerakan nasional pemberantasan buta aksara sesuai dengan target yang diamanatkan dalam Inpres No.5 Tahun 2006 tentang gerakan nasional percepatan penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun dan pemberantasan buta aksara (GNP-PWB/PBA) sekaligus dalam rangka sosialisasi hasil - hasil pengembangan pendidikan keaksaraan selama ini.

Hamid menjelaskan, pendidikan keaksaraan adalah komitmen internasional yang tertuang dalam deklarasi Dakkar yang mengamanatkan untuk menurunkan separuh jumlah penduduk buta aksara di masing - masing negara anggota UNESCO pada tahun 2015. Kebijakan ini, kata dia, direspon oleh Pemerintah Indonesia dengan dikeluarkannya Inpres No.5 Tahun 2006 tersebut, serta penyediaan anggaran yang cukup signifikan selama empat tahun terakhir ini. "Target pengurangan jumlah penduduk buta aksara usia 15 tahun ke atas menjadi 5 persen," katanya.

Lebih lanjut Hamid mengatakan, penurunan angka buta aksara tersebut merupakan hasil dari program percepatan pemberantasan buta aksara yang diselenggarakan di seluruh tanah air antara lain pemberantasan buta aksara (PBA) di daerah transmigrasi, pesisir, sekitar hutan, kepulauan, dan perbatasan. Selain itu, PBA bagi masyarakat perkotaan yang belum terlayani, PBA bagi santri pesantren tradisional dan PBA bagi komunitas adat terpencil dan tertinggal.

Hamid menyebutkan, kebanyakan penduduk dewasa yang buta aksara adalah perempuan. "Jumlahnya sekitar 63 persen," katanya.

Oleh karena itu, kata Hamid, dalam pendidikan keaksaraan ini diintegrasikan pula afirmasi bagi pemberdayaan perempuan melalui kewirausahaan perempuan berbasis potensi lokal, pendidikan kecakapan hidup bagi perempuan marginal, pendidikan keluarga berwawasan gender, dan pendidikan pencegahan tindak pidana perdagangan orang. "Pendidikan keaksaraan mengutamakan kemitraan dengan berbagai lembaga instansi terkait termasuk memanfaatkan struktur pemerintahan hingga level terbawah," katanya.

Hamid menyebutkan, pendidikan keaksaraan juga diselenggarakan bekerjasama denga berbagai mitra seperti tim penggerak PKK, Muslimat NU, Aisyiyah, Kowani, lembaga Al-kitab, perguruan tinggi, perusahaan, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan lainya.

Hamid mengatakan, mulai tahun 2009 Indonesia menerapkan pendidikan keaksaraan untuk pemberdayaan atau literacy initiative for empowerement bersama UNESCO. "Prinsipnya adalah mengintegrasikan kegiatan pemberantasan buta aksara dengan kegiatan ekonomi, sosial, budaya, dan pelestarian lingkungan hidup. Untuk itu, fokus pendidikan keaksaraan mulai tahun 2010 nanti adalah pendidikan keaksaraan berbasis pemberdayaan masyarakat

UN Jangan Dijadikan Eksperimen Pembuktian Kecurangan

Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh meminta untuk menyiapkan pelaksanaan Ujian Nasional (UN) Tahun Pelajaran 2009/2010 dengan baik. Pemerintah daerah diperbolehkan untuk mencanangkan target kelulusan para siswa pada UN yang akan diselenggarakan pada Maret 2010.

"Gubernur, bupati, dan kepala dinas boleh mencanangkan (target kelulusan) 100 persen. Caranya untuk mencapai (kelulusan) 90 persen atau 100 persen sama dengan kita punya target ingin pergi haji. Tidak ada yang melarang, tapi yang tidak boleh itu untuk mencapai pergi haji itu pakai (cara) nakal - nakal," kata Mendiknas pada Silaturahmi Kerja Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) Orwil Riau Tahun 2009, di Hotel Pangeran Pekanbaru, Riau, Sabtu (5/12/2009).

Mendiknas meminta untuk mengawal pelaksanaan UN agar dapat berjalan secara bersih dan jujur. "Dari situlah cermin potensi anak - anak kita. ICMI kita harapkan mampu mengawal nilai kejujuran. Jangan sekali - kali UN itu dijadikan sebagai eksperimen lapangan untuk pembuktian kecurangan," katanya.

Mendiknas menyampaikan ada empat syarat lulus UN. Pertama, siswa telah menyelesaikan seluruh program pembelajaran. Kedua, dinyatakan lulus oleh guru dan kepala sekolah yang dinilai dari aspek moralitas. Syarat ketiga lulus ujian sekolah, dan syarat terakhir lulus UN. "Kalau empat - empatnya lulus maka luluslah dia, sehingga kalau ada yang mengatakan bahwa UN satu - satunya (syarat), bukan," katanya menjawab pertanyaan wartawan usai acara.

Mendiknas dalam kunjungan kerjanya ke Riau memberikan perhatian khusus kepada siswa sekolah luar biasa (SLB). Saat meninjau SLB Sri Mujinab Pekanbaru, Riau, Mendiknas memberikan motivasi dan dorongan kepada para siswa dan guru. "Insya Allah mereka orang - orang yang ikhas ikut mencerdaskan bangsa. Oleh karena itu, kita berikan perhatian secara khusus. Kalau ada pengangkatan pegawai negeri bisa diprioritaskan ditempatkan di sini, " katanya.

Mendiknas meminta, agar pemerintah mulai dari pemerintah pusat pemerintah provinsi sampai dengan pemerintah kabupaten tidak menganaktirikan, baik itu sekolah SLB maupun sekolah umum biasa, negeri maupun swasta.

Sementara, pada kunjungan berikutnya ke SMKN 1 Pekanbaru, Riau, Mendiknas, mengajak para siswa untuk merawat sekolah. Mendiknas menyebutkan, ada tiga hal yang harus dirawat di sekolah yaitu lingkungan, hubungan guru dengan murid, dan keilmuan atau keterampilan. "Cara merawat ilmu dengan belajar dan belajar. Ciri orang yang merawat ilmunya dengan baik itu (ketika) diuji kapanpun dan diuji oleh siapapun tidak pernah mengeluh. Jangankan diuji bapak ibu guru di tingkat sekolah, diuji oleh kabupaten pun siap, diuji oleh provinsi pun siap, diuji secara nasional pun siap, bahkan (diuji secara) internasional," katanya.

Pada kunjungan berikutnya ke Yayasan Masmur Mendiknas melihat fasilitas sekolah bengkel praktek sepeda motor dan mesin mobil. Yayasan Masmur menaungi Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Azhar, SMK Multi Mekanik, SMP, MTs, MAS. Yayasan ini berencana meningkatkan STAI Al-Azhar jadi universitas.

Kepada para siswa, Mendiknas meminta agar belajar untuk menghadapi ujian. "Bulan Maret (2010) ujian. Siapkan dengan baik. Saya doakan adik - adik yang akan ujian bisa sukses semua," ujarnya.

Kunjungan diakhiri dengan sosialisasi program kerja Mendiknas di Universitas Riau. Tema acara yang dihadiri beberapa universitas di Sumatera menggunakan fasilitas video conference ini adalah Kebijakan Pendidikan Nasional 2010 - 2014.***

Selasa, 01 Desember 2009

Guru Faktor Penentu Utama Dalam Proses Pendidikan

Jakarta, Departemen Pendidikan Nasional (depdiknas), Menyelenggarakan Upacara dalam rangka memperingati Hari Guru Nasional...

tahun 2009 dan Hari Ulang Tahun Persatuan Guru Republik Indonesia (HUT PGRI) ke-64, yang diselenggarakan di lapangan upacara depan Gedung A, Depdiknas, pada Rabu, (25/11).

Peringatan Hari Guru Nasional tahun 2009 dan HUT PGRI ke-64 ini bertemakan "Memacu Peran Strategis Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat dan Guru dalam Mewujudkan Guru Profesional, Sejahtera, Bermartabat, dan terlindungi".

Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas), Mohammad Nuh, selaku pembina upacara Hari Guru Nasional tahun 2009 ini mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas prestasi, dedikasi, komitmen, keikhlasan, dan pengabdian para guru kepada bangsa dan negara. Mendiknas juga berharap mudah-mudahan para guru selalu mampu memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara.

Dalam sambutannya, Mendiknas juga mengatakan bahwa dalam memperingati hari-hari besar nasional seperti Hari Guru Nasional ini, sedikitnya mempunyai tiga makna. Pertama, reflektif kesejarahan, yakni merenungkan kembali nilai-nilai kemulyaan yang terkandung dalam Hari Guru yang bisa dijadikan momentum untuk merefleksikan diri terhadap langkah panjang yang telah dilalui terkait dengan cita-cita awal dalam mendorong lahirnya Hari Guru Nasional.

Kedua, introspeksi kekinian adalah upaya untuk introspeksi terhadap perjalanan yang telah dilakukan dalam konteks kekinian. , Ketiga,lanjut Mendiknas, antisipatif futuris, yaitu menatap masa depan yang lebih baik dengan memberikan modal ilmu, modal kepribadian dan modal budaya yang unggul kepada anak-anak sebagai penerus bangsa.

Guru merupakan faktor penentu utama proses pendidikan dan pembelajaran, karena tidak ada guru maka tidak ada pula pendidikan. Sehingga dengan sentuhan guru profesional yang bermartabat, terlindungi, dan sejahtera, maka anak-anak bangsa akan menerima proses pembelajaran yang mendidik dan bermutu.

"Prestasi, keteladanan dan kepeloporan para guru yang telah ditunjukkannya semasa revolusi hingga sekarang merupakan semangat dan tradisi perjuangan yang perlu terus menerus diselaraskan, seiring dengan cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya. Untuk mengantisipasi hal itu, tidak berlebihan kiranya harapan masa depan bangsa Indonesia dipertaruhkan kepada mereka yang berprofesi sebagai guru", kata Mendiknas.

BSNP Lakukan Penjaminan Mutu Buku Teks Pelajaran

Jakarta, Sebanyak 500 orang penulis perorangan maupun dari penerbit berminat mengajukan naskahnya untuk dinilai kelayakannya...

sebagai buku teks pelajaran. Naskah yang mereka ajukan adalah untuk mata pelajaran pendidikan agama, bahasa asing, dan pendidikan kewarganegaraan (PKN).

"Sekarang ini siapa saja boleh menulis buku (teks pelajaran), tentu yang ahli dalam bidangnya. Animonya luar biasa banyaknya. Namun karena sudah dibebaskan siapa saja boleh menulis buku (teks pelajaran) maka tentu harus ada yang melakukan penjaminan mutu. Salah satu penjaminan mutu buku ini dilakukan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)," kata anggota BSNP Edy Tri Baskoro usai pembukaan acara Sosialisasi Standar/Instrumen Penilaian Buku Teks Pelajaran di Hotel Mega Anggrek, Jakarta, Sabtu (21/11).

Sebanyak 250 orang dari 500 peserta acara sosialisasi mengajukan naskah untuk mata pelajaran bahasa asing. "Mayoritas penulis adalah guru karena pembelajaran yang menguasai guru. Mereka (berasal) tidak hanya dari Jakarta, tetapi dari berbagai daerah," kata Edy.

BSNP bekerjasama dengan Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional (Pusbuk Depdiknas) pada tahun 2010 akan melakukan penilaian buku teks pelajaran secara terbuka. Penulis dan atau penerbit yang berminat mengajukan bukunya untuk dinilai kelayakannya dapat mendaftarkan ke sekretariat penyelenggara penilaian buku teks pelajaran/Pusbuk Depdiknas, Jalan Gunung Sahari Raya No.4, Jakarta. Pendaftaran akan dilaksanakan pada 20-22 April 2010 mulai pukul 09.00-16.00 WIB.

Adapun naskah yang akan dinilai meliputi mata pelajaran agama Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha, dan Khonghucu untuk kelas 1-12, mata pelajaran PKN untuk kelas 10-12 (SMA/MA/SMK) , dan mata pelajaran bahasa asing Arab, Perancis, Jerman, Mandarin, dan Jepang untuk kelas 10-12 (SMA/MA).

Edy juga menyebutkan, proses penilaian buku meliputi tiga tahap, yakni pra seleksi, penilaian isi, dan penilaian keterbacaan. Dia menjelaskan, aspek yang akan dinilai meliputi kelayakan isi, bahasa, penyajian, dan kegrafikaan. Menurut dia, tata letak dan lay out buku mempengaruhi minat siswa untuk membaca buku. "Isinya bisa jadi menarik, tetapi kalau penyajiannya tidak bagus dan gambarnya tidak menarik maka siswa malas membaca," katanya.

Lebih lanjut Edy mengatakan, kelayakan isi dan penyajian setiap buku akan dinilai oleh seorang ahli materi dan ahli pembelajaran, sedangkan kelayakan bahasa dan penyajian dinilai oleh dua orang guru bidang studi. "Guru menilai kelayakan penyajian dari bahasa, sedangkan ahli materi dan ahli pembelajaran menilai kelayakan isi dan penyajian," katanya.

Edy mengatakan, selama tiga tahun sejak 2007-2009, BSNP telah menyeleksi lebih dari 10.000 judul buku. Dari jumlah tersebut, sebanyak 3.258 judul buku dinyatakan layak sebagai buku teks pelajaran sekolah dan sebanyak 940 judul buku yang layak tersebut telah dibeli hak ciptanya oleh pemerintah.

Depdiknas Memperingati Hari Guru Nasional tahun 2009

Jakarta, - Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Dirjen PMPTK) Depdiknas Baedhowi dan...

Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Sulistiyo mengadakan konferensi pers di Gerai Informasi dan Media, Depdiknas, Senin(23/11) siang.

Departemen Pendidikan Nasional bekerjasama dengan PB PGRI menyelenggarakan peringatan Hari Guru Nasional dan HUT PGRI ke-64, yang diperingati setiap tanggal 25 November. Puncak acara peringatan Hari Guru Nasional diselenggarakan pada selasa, 1 Desember 2009, di Lapangan Tennis Indoor Senayan, Jakarta.

Tema peringatan adalah: "Memacu Peran Strategis Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat dan Guru dalam Mewujudkan Guru Profesional, Sejahtera, Bermartabat, dan Terlindungi", akan dihadiri Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono.


Dalam keterangannya Dirjen PMPTK mengatakan: "Peranan Guru dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia sangat besar dan menentukan. Guru merupakan salah satu faktor yang strategis dalam menentukan keberhasilan pendidikan dalam meletakkan dasar menyiapkan pengembangan potensi peserta didik untuk masa depan bangsa," katanya.

Peringatan Hari Guru Nasional bertujuan untuk meningkatkan berkembangnya budaya mutu di kalangan guru dan pemangku kepentingan dal;am mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia. Disamping itu, meneladani semangat juang dasn dedikasi guru sebagai pendidik anak bangsa dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia yang bermutu, dan meningkatkan kesadaran dan kepedulian bangsa Indonesia akan pentingnya peran guru dalam membangun karakter bangsa Indonesia yang bermartabat.


Peringatan Hari Guru akan dilaksanakan pada tingkat nasional, propinsi kabupaten/kota, dan sekolah/madrasah. Pada tingkat nasional akan diisi dengan berbagai kegiatan, antara lain, kegiatan seminar nasional peningkatan profesionalisme guru; pemberian penghargaan tanda kehormatan satya lencana pendidikan kepada guru, kepala sekolah, pengawas sekolah berprestasi dan berdedikasi luar biasa; pemberian tanda kehormatan Satyalencana Pembangunan di bidang pendidikan kepada gubernur, bupati/walikota yang mempunyai komitmen tinggi dalam pembangunan pendidikan, khususnya dalam peningkatan profesionalisme dan kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan oleh Presiden RI; penghargaan Anugerah Konstitusi bagi guru Pendidikan Kewarganegaraan Tingkat Nasional bekerjasama dengan Mahkamah Konstitusi; Lomba Keberhasilan Guru dalam Pembelajaran; Sayembara Penulisan Buku Pengayaan, dan; Porseni Guru.

Design by infinityskins.blogspot.com 2007-2008