
Pola-pola pendidikan berbasis karakter yang berkembang di masyarakat dinilai berhasil. Kegiatan pesantren kilat selalu diagendakan pada setiap semester di sekolah. Tradisi positif pendidikan pesantren dapat dimasukkan ke sekolah.
Hal tersebut disampaikan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh pada Seminar Nasional Pendidikan Karakter Bangsa Melalui Pola Pendidikan Pesantren di gedung A lantai 3 Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), pada Jumat (10/12).
Seminar yang diselenggarakan Badan Penelitian dan Pengembangan, Kemdiknas dimaksudkan untuk mendiskusikan pembentukan karakter bangsa melalui pola pendidikan pesantren pada tingkat SD, SMP, SMA/SMK, dan perguruan tinggi.
Seusai membuka seminar, Mendiknas menyampaikan, tahun depan pendidikan karakter dijadikan gerbong untuk menanamkan karakter. Mendiknas mencontohkan, nilai-nilai yang diberikan dalam pendidikan karakter adalah kepedulian dan kejujuran. "Kita kontekstualisasikan dengan masalah korupsi, pendidikan bencana, lingkungan hidup, dan lalu lintas. " ujarnya.
Perumusan pendidikan karakter melibatkan unsur-unsur pondok pesantren, aktivis kristiani, dan lembaga lainnya. "Yang ingin kita bangun nilai universal," katanya. "Tentu nanti setelah materi ini selesai semuanya, nanti ada pelatihan ToT (Trainning of Trainer) untuk para guru," ucapnya.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Kemdiknas Mansyur Ramly menyampaikan, kegiatan pesantren kilat di sekolah umum mulai jenjang sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas berkontribusi terhadap pembentukan karakter, akhlak, budi pekerti, dan perilaku. Masing-masing sekolah, kata dia, dapat berbeda-beda dalam mengembangkan pendidikan karakter bangsa. "Lebih diutamakan pembentukan budaya sekolah yang dilakukan melalui pembiasaan-pembiasaan baik di sekolah. Targetnya, pada 2014 semua sekolah sudah mulai menerapkan pendidikan karakter bangsa," katanya.
Seminar nasional ini diikuti oleh kurang lebih 200 orang peserta terdiri atas unsur Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Agama, Majelis Ulama Indonesia (MUI), pemimpin pondok pesantren, LSM, PGRI, pemimpin perguruan tinggi/politeknik, dosen, Dewan Pendidikan, dan unsur lainnya yang terkait. (agung/nasrul).