Pagi tadi, sambil bersiap-siap ketika hendak berangkat ke kantor, ada berita menarik di Indosiar. Nama acaranya saya lupa (atau gak tau? :) ), tapi ditayangkan sekitar jam 7-an.
Diberitakan, beberapa SMA di Jakarta mengaku kekurangan murid baru di PSB tahun ini. Diberitakan pula sebagian besar calon siswa lebih memilih sekolah di SMK. Ada satu SMK di Jakarta yang mengku jumlah pendaftar tahun ini membludak sampai 4x jumlah yang diterima.
Satu hal menarik dari pemberitaan itu, seorang narasumber mengungkapkan beralihnya minat calon siswa dari SMA ke SMK disebabkan gencarnya promosi SMK oleh pemerintah (Mendiknas) di televisi. Tentu jenengan pernah lihat iklan-iklan promosi SMK yang mengangkat jargon SMK BISA!. Salah satu iklan tersebut dibintangi oleh Tantowi Yahya yang juga mengaku lulusan SMK. Narasumber itu juga mengharapkan pemerintah tidak hanya mempromosikan SMK, tapi juga mempromosikan SMA dengan mengangkat jargon SMA BISA!
Apa benar demikian adanya? Benarkah minat calon siswa lebih cenderung ke SMK?
Pertanyaan saya itu tentu tidak bisa dijawab dengan mudah. Diperlukan adanya survey dan jajak pendapat dari calon-calon siswa baru, dan juga tentunya dari masyarakat luas. Apakah benar pernyataan sang narasumber yang menuding iklan SMK sebagai penyebabnya, atau ada sebab lain selain itu. Bahwa “iklan” bisa mempengaruhi opini public itu sudah pasti. Tapi jika hal itu sampai bisa mengubah selera pendidikan masyarakat, menurut saya hal itu sudah luar biasa.
Pada tahun 2007, melihat rendahnya minat siswa lulusan SMP yang melanjutkan ke SMK, pemerintah melalui Depdiknas mengeluarkan rencana strategis yang intinya memprioritaskan pembangunan SMK-SMK. Jika memang pemberitaan itu benar, dalam waktu 2 tahun saja rencana pemerintah tersebut bisa dikatakan berhasil. Nah, jika sekarang timbul masalah seperti itu, tentu saya tidak tahu. He.he. :)
Sebagai salah seorang yang juga lulusan SMK, tentunya saya merasa bangga dengan adanya berita tersebut. Setidaknya hal itu menunjukkan persepsi masyaratkat akan SMK sudah bergeser. Beberapa tahun lalu, ketika saya masuk SMK, pandangan masyarakat akan SMK cenderung miring. Digambarkan bahwa siswa SMK identik dengan siswa dari kalangan kurang mampu. Ada juga anggapan bahwa orang tua menyekolahkan anaknya di SMK karena khawatir tidak bisa melanjutkan ke perguruan tinggi. Hal itu memang tidak sepenuhnya salah. Sebagian besar teman saya waktu di SMK memang dari kalangan kurang berada. Bahkan banyak juga yang mendapat beasiswa JPS (Jaring Pengaman Sosial) karena masuk golongan kurang mampu.
Ketika masih sekolah dulu saya pernah bertanya, mengapa beberapa perusahaan lebih menyukai merekrut tenaga lulusan SMK dari pada lulusan perguruan tinggi? Dengan sederhana di jawab oleh guru saya, lulusan SMK lebih terbiasa bekerja keras dan standar gajinya lebih rendah. Ah, tentu saja itu jawaban yang masih bisa diperdebatkan lagi. Namun yang pasti, saya bersyukur bisa menjadi lulusan SMK karena jargon SMK BISA! Menurut saya memang benar adanya. (padahal dulu sebenarnya pengen sekali sekolah di SMA… he.he.)
Kembali ke pemberitaan tadi. Jika pemberitaan itu benar, apakah ini fenomena naik pamornya SMK atau meredupnya pamor SMA? Apakah ini menandakan bahwa SMA dan SMK kini dalam status yang sama, sama-sama diburu karena kualitasnya? Saya belum sempat mempelajari lebih jauh perihal ini, nanti jika saya sudah punya jawabannya saya akan memberitahukan pada jenengan semua. :)
Lepas dari pemberitaan itu, saya percaya SMA dan SMK sama-sama pentingnya. Keduanya memiliki pangsa pasar berbeda. SMK mencetak tenaga kerja siap pakai dan SMA mencetak calon-calon pemikir bangsa. Menurut jenengan, bagaimana lulusan SMK itu?